Satu Hari Susur Langkah Jejak Weltevreden

Berawal dari ajakan seorang teman, yaitu Ade Nita. Admin Klub Sejarah dan Museum di bawah naungan Backpacker Jakarta. Saya bersama Ade Nita menyusuri jejak peninggalan Weltevreden. Di mulai dari Pasar Baru, sampai dengan Istana Daendels.

Nah, Weltevreden sendiri itu apa?

"Itu nama wilayah dari mulai senen, kwitang sampe lapangan banteng. Dulu Daendels mindahin pusat pemerintahan dari Stadhuist (sekarang museum Fatahilah) ke kawasan Weltevreden. Stadhuist terkontaminasi oleh wabah penyakit. Sedang area Welteveden itu subur dan asri." Ade Nita, 2017.

Langkah kaki kami pertama kali adalah Pasar Baru.




Pusat perbelanjaan ini dibangun pada tahun 1820 sebagai Passer Baroe sewaktu Jakarta masih bernama Batavia. Orang yang berbelanja di Passer Baroe adalah orang Belanda yang tinggal di Rijswijk (sekarang Jalan Veteran).Toko-toko di Passar Baroe dibangun dengan gaya arsitektur Tiongkok dan Eropa.

"Lu pasti enggak percaya kan ada rumah bersejarah yang tidak diruntuhkan di dalam pasar baru tersebut?" Ujar Ade Nita. Saya sering datang ke Pasar Baru. Tapi sepertinya tidak pernah menyadari ada rumah di sana. Maka, saya dan Ade Nita pun bergegas menuju ke dalam area Pasar Baru. Dan, benar saja. ada sebuah rumah yang entah milik siapa, berada tepat di atas toko pakaian.

Berdasarkan informasi dari Ade Nita, Itu namanya "Toko Kompak". Dinamakan seperti itu supaya keluarga pemiliknya kompak terus. Dulunya rumah seorang Mayor Tiongkok, bernama Mayor Tio Tek Ho. Dia menjabat sebagai Mayor di Batavia (Jakarta) pada tahun 1896-1908. Toko Kompak sekarang tidak dimiliki oleh keturunan sang Mayor. Tapi oleh seseorang bermarga Tan. Toko itu sekarang menjual pakaian. Tetapi, arsitektur interiornya masih asli. Perpaduan Tiongkok dan Eropa. Padahal umurnya sudah lebih dari 3 abad.






Setelah puas berkeliling Pasar Baru, kami mampir sebentar ke Museum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara. Untuk ulasannya bisa dibaca di sini.

Lanjut kami  menyebrangi langkah kami ke Gedung Filateli Jakarta. Saya memaksa Ade Nita untuk mampir ke gedung ini karena suka dengan arsitektur gedung ini. Dari informasi yang saya dengar juga bahwa gedung ini merupakan warisan arsitektur kolonial Belanda. Dahulu kala digunakan sebagai pelayanan jasa pos sebelum dipindahkan ke kantor pos yang terletak di Jl Lapangan Banteng. Saya tidak masuk kedalam gedung tersebut, dikarenakan sudah habis jam berkunjungnya. Cukup puaslah dengan berfoto-foto di pelataran gedung tersebut.

 



Selanjutnya adalah, Gedung Kesenian Jakarta.

Masih merupakan bangunan tua bersejarah peninggalan Belanda. Masih berdiri dengan megah sampai sekarang. Didirikan oleh Sir Stamford Raffles pada tahun 1814. Berfungsi sebagai tempat hiburan sampai sekarang.


  


Terpana di depan Gedung Kimia Farma,
Gedung tempat bertemunya anggota-anggota perkumpulan rahasia Vrijmetzelarij ‘de Ster van het Oosten, adalah gedung pusat Kimia Farma dan yang pada masa penjajahan Belanda disebut Stadtsschouwburg (teater kota), dikenal juga dengan sebutan Gedung Komidi. Dalam perjalanan sejarah, gedung yang berpenampilan mewah ini pernah digunakan untuk Kongres Pemoeda pertama pada tahun 1926. Di gedung ini pula, pada tanggal 29 Agustus 1945, Presiden RI pertama Ir. Soekarno meresmikan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kemudian beberapa kali bersidang di sana. Pada masa penjajahan Jepang nama gedung ini diganti menjadi Kiritsu Gekitzyoo, dan dipakai sebagai markas tentara. Pada tahun 50-an, gedung ini sempat dipakai sebagai ruang kuliah malam Universitas Indonesia. (Sumber Jakartapedia)

Kami cukup sampai halaman gedung tersebut. menurut security yang sedang berjaga, saat kami berkunjung masih ada pegawai yang sedang beraktivitas menyelesaikan pekerjaannya, oleh karena itu kami tidak berniat masuk. Takut-takut menganggu aktivitas pegawai yang sedang lembur.



Dan terakhir, tujuan utama kami adalah Istana Gedung Putih, Daendels

Bangunan yang berdiri megah, menghadap persis ke lapangan banteng. Bangunan yang kini sepenuhnya adalah milik Kementrian Keuangan. Dahulunya adalah Istana Daendels. Tempat kerja Daendels ketika memindahkan pemerintahan dari Stadhuist ke kawasan Weltevreden. Setelah gagal dijadikan istana, lalu dijadikan kantor keuangan pemerintah kolonial. Lalu gedung tersebut bertransformasi menjadi gedung milik kementrian keuangan dengan menteri pertamanya adalah A.A Maramis. Makanya istana itu tersebut juga dengan nama Gedung A.A Maramis.




Menurut security yang menemani saya dan Ade Nita berkeliling gedung, gedung tersebut masih sama seperti pertama berdiri. Namun, dengan kondisi yang berbeda tentunya. Terdapat sebuah batu yang bertuliskan 'MDCCIX Ondidit Daendels MDCCCXXVII Erexit Du Bus'. Sesuai dengan informasi dari Ade Nita, itu adalah batu terakhir dari pembangunan istana Daendels.



Kawasan Weltevreden mampu menyihir kami dengan pesona - pesona gedung tua peninggalan jaman kolonial Belanda. Saya berharap pemerintah akan terus menjaga keaslian gedung tersebut sampai nanti kelak. Sekian susur jejak langkah kaki saya kali ini bersama Ade Nita, semoga bisa menyusuri jejak lainnya di waktu yang berbeda pula. Terima kasih banyak Ade Nita, sudah mau menemani saya menyusuri kawasan Weltevreden dan berbagi informasi sejarahnya kepada saya.

Salam, Pipi Bolong.
 

Post a Comment

0 Comments